Senin, 16 Maret 2015

PENYAKIT MENURUN PADA GENETIKA


Macam-macam penyakit menurun pada genetika sebagai berikut :
1.PENYAKIT DIABETES MELITUS
Diabetes melitus adalah penyakit yang diakibatkan oleh peningkatan kadar gula darah akibat kurangnya insulin dan disertai oleh kelainan-kelainan metabolika yang dapat menimbulkan komplikasi. Kekurangan insulin ini merupakan kekurangan insulin absolut atau kekurangan insulin relatif. .Pada umumnya penyakit diabetes ini ditemukan di daerah perkotaan. banyak yang menganggap bahwa penyakit diabetes ini adalah penyakit keturunan padahal dari sejumlah penderita penyakit kencing manis ini sangat sedikit yang tercatat karena disebabkan oleh faktor keturunan.
Penyakit kencing manis pada umumnya diakibatkan oleh konsumsi makanan yang tidak terkontrol atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obat tertentu. Berikut ini faktor  yang dapat menyebabkan seseorang beresiko terkena diabetes
  • Faktor keturunan
  • Kegemukan / obesitas biasanya terjadi pada usia 40 tahun
  • Tekanan darah tinggi
  • Angka Triglycerid (salah satu jenis molekul lemak) yang tinggi
  • Level kolesterol yang tinggi
  • Gaya hidup modern yang cenderung mengkonsumsi makanan instan
  • Merokok dan Stress
  • Terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat
  • Kerusakan pada sel pankreas
Ciri-ciri kencing manis & gejala diabetes
Gangguan metabolisme karbohidrat ini menyebabkan tubuh kekurangan energi, itu sebabnya penderita diabetes melitus umumnya terlihat lemah, lemas dan tidak bugar. Gejala umum yang dirasakan bagi penderita diabetes yaitu :
  • Banyak kencing (polyuria) terutama pada malam hari
  • Gampang Haus dan banyak minum (polydipsia)
  • Mudah lapar dan banyak makan (polyphagia)
  • Mudah lelah dan sering mengantuk
  • Penglihatan kabur
  • Sering pusing dan mual
  • Koordinasi gerak anggota tubuh terganggu
  • Berat badan menurun terus
  • Sering kesemutan dan gatal-gatal pada tangan dan kaki
Semua Gejala itu merupakan efek dari kadar gula darah yang tinggi yang akan mempengaruhi ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan untuk mengencerkan glukosa sehingga penderita sering buang air kecil dalam jumlah yang banyak (poliuri) dan Akibat poliuri ini maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).

Penyebab penyakit diabetes mellitus :
  • Banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung gula
  • Kurang tidur
  • Makan terlalu banyak karbohidrat dari nasi atau roti
  • Merokok
  • Kurangnya aktivitas fisik
  • Faktor keturunan
Pengobatan diabetes mellitus
Obat untuk penderita diabetes mellitus dikenal sebagai obat hipoglikemik atau obat penurun kadar glukosa dalam darah. Walaupun efektif dan mudah dipakai, penggunaan obat ini harus sesuai dosis atau berdasarkan petunjuk dokter. Bila dosis terlalu rendah komplikasi kronis akan muncul lebih dini. Sedang dosis yang berlebih atau cara pemakaian yang salah dapat menimbulkan hipoglikemia.
Obat hipoglikemik ada dua macam. Yaitu berupa suntikan dan berupa tablet. Untuk sebagian orang, istilah obat sendiri memang sudah ditinggalkan. Karena tidak ada obat yang dapat menyembuhkan diabetes millitus. Penyembuhan hanya bisa bila disertai sikap hidup -perencanaan makan yang benar. Ada 2 golongan obat hipoglikemik oral yaitu golongan sulfonilurea dan biguanid.
1.   Pengobatan Medis
Yang dimaksud pengobatan medis adalah pengobatan dengan disiplin kedokteran. Obat medis dapat dibagi dalam beberapa golongan:
SULFONILUREA Golongan ini dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi dengan cara merangsang keluarnya insulin dari sel b Pankreas. Dengan demikian bila pankreas sudah rusak dan tidak dapat memproduksi insulin lagi maka obat ini tidak dapat digunakan. Karena itu obat ini tidak berguna bagi penderita diabetes millitus tipe I. Namun, akan berkhasiat bila diberikan pada pasien diabetes millitus tipe II yang mempunyai berat badan normal.Penggunaan obat golongan sulfonilurea pada yang gemuk dan obesitas harus hati-hati. Karena mungkin kadar insulin dalam darah sudah tinggi (hiperinsulinemia). Hanya saja insulin yang ada tidak dapat bekerja secara efektif. Pada penderita diabetes mellitus dengan obesitas, pemberian obat golongan ini akan memacu pankreas mengeluarkan insulin lebih banyak lagi. Akibatnya keadaan hiperinsulmnemia menjadi lebih tinggi. Ini berbahaya karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit….
BIGUANID Obat golongan biguanid bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin yang diproduksi oleh tubuh sendiri. Obat ini tidak merangsang peningkatan produksi insulin sehingga pemakaian tunggal tidak menyebabkan hipoglikemia.Obat golongan biguanid dianjurkan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes mellitus dengan obesitas (BBR> 120%). Untuk penderita diabetes mellitus yang gemuk (BBR> 110%) pemakaiannya dapat dikombinasikan dengan obat golongan sulfonilunea.Efek samping yang sering terjadi dari pemakaian obat golongan biguanid adalah gangguan saluran cerna pada hari-hari pertama pengobatan. Untuk menghindarinya, disarankan dengan dosis rendah dan diminum saat makan atau sesaat sebelum makan. Wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan memakai obat golongan ini.
ACARBOSE Acarbose bekerja dengan cara memperlambat proses pencernaan karbohidrat menjadi glukosa. Dengan demikian kadar glukosa darah setelah makan tidak meningkat tajam. Sisa karbohidrat yang tidak tercerna akan dimanfaatkan oleh bakteri di usus besar, dan ini menyebabkan perut menjadi kembung, sering buang angin, diare, dan sakit perut.Pemakaian obat ini bisa dikombinasi dengan obat golongan sulfonilurea atau insulin, tetapi bila terjadi efek hipoglikemia hanya dapat diatasi dengan gula murni yaitu glukosa atau dextrose. Gula pasir tidak bermanfaat.Acarbose hanya mempengaruhi kadar gula darah sewaktu makan dan tidak mempengaruhi setelah itu. Obat ini tidak diberikan pada penderita dengan usia kurang dan 18 tahun, gangguan pencernaan kronis, maupun wanita hamil dan menyusui. Acarbose efektif pada pasien yang banyak makan karbohidrat dan kadar gula darah puasa lebih dari 180 mg/dl.
INSULIN Insulin diinjeksikan sebagai obat untuk menutupi kekurangan insulin tubuh (endogen) karena kelenjar sel b pankreas tidak dapat mencukupi kebutuhan yang ada. Pengobatan dengan insulin berdasarkan kondisi masing-masing penderita dan hanya dokter yang berkompeten memilih jenis serta dosisnya. Untuk itu insulin digunakan pada pasien diabetes millitus tipe I. Penderita golongan ini harus mampu meyuntik insulin sendiri.
Untuk sebagian penderita diabetes millitus tipe II, juga membutuhkan pemakaian insulin. Indikasi berikut menunjukkan bahwa penderita perlu menggunakan insulin.
  • Kencing manis dengan komplikasi akut seperti misalnya ganggren.
  • Ketoasidosis dan koma lain pada penderita.
  • Kencing manis pada kehamilan yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.
  • Berat badan penderita menurun cepat.
  • Penyakit diabetes mellitus yang tidak berhasil dikelola dengan tablet hipoglikemik dosis maksimal.
  • Penyakit disertai gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat.
  • Ada berbagai jenis insulin, yaitu Insulin Kerja Cepat (Short acting insuline), Insulin Kerja Sedang (Intermediate acting insuline) dan Insulin Premiks (Premixing insuline) yang merupakan campuran Short acting insuline dan Intermediate acting insuline. Ada juga insulin yang memiliki daya kerja 24 jam (Long acting insuline).
2.      Pengobatan Tradisional
Pengobatan tradisional, pengobatan dengan menggunakan bahan dari tanaman berkhasiat obat sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Secara umum paham ini disebut herbalisme, yaitu satu usaha memperbaiki fungsi tubuh dengan menggunakan bahan tumbuh-tumbuhan, baik berasal dari satu tumbuhan ataupun dari ramuan beberapa tumbuhan. Dalam herbalisme ada prinsip dasar, yaitu menggunakan tumbuhan secara utuh. Jadi bukan mengambil zat yang bermanfaat untuk penyakit tertentu saja atau bahkan meggunakan campuran-campuran bahan sintetik. Pembuatan obat tradisional ini cukup sederhana, sehingga siapa saja yang mau mempelajarinya tentu dapat mengolahnya.
Antara pengobatan medis dan pengobatan tradisional
Ada perbedaan antara pengobatan tradisional dengan pengobatan secara medis (ilmu kedokteran modern). Pengobatan medis sifatnya menghancurkan. Untuk itu reaksi yang didapat biasanya cepat terasa. Sedangkan obat tradisional sifatnya membangun. Reaksi yang ada cukup lambat.
Hal di atas memang sesuai dengan prinsip dasar pengobatan medis dan herbalisme. Pengobatan tradisional berpegang pada keseimbangan fungsi organ tubuh secara alami. Sehingga ia tidak hanya mengobati atau menghilangkan gejala satu penyakit, tetapi berusaha mengembalikan fungsi tubuh hingga menjadi seimbang kembali. Pengobatan tradisional biasanya kurang cocok untuk hal-hal yang sifatnya harus cepat penanganannya, misalnya untuk infeksi akut. Sebaliknya pengobatan tradisional sangat bagus untuk penyakit-penyakit kronis yang bahkan tidak sanggup lagi diobati dengan cara medis.
Pada dasarnya tubuh kita mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk menyembuhkan penyakit. Timbulnya satu penyakit sendiri dimengerti karena fungsi tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidak seimbangan ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari faktor lingkungan, fisik, emosi/kejiwaan, juga faktor sosial misalnya perubahan kebiasaan makan, dsb. Jadi bila terdapat satu gangguan di tingkat sel atau disfungsi di satu bagian tubuh, maka hal ini akan menyebabkan ketidak seimbangan dibagian lain. Apabila tubuh kita tidak dapat mengatasi hal ini, maka akan timbul satu penyakit. Penyakit itu sendiri akhirnya menrupakan disfungsi dari satu bagian tubuh yang akan menimbulkan ketidak seimbangan dibagian yang lain. Demikian seterusnya. Contoh kejadian ini bisa kita lihat dengan jelas pada komplikasi yang disebabkan oleh diabetes millitus (baca halaman komplikasi).
Dalam herbalisme dikenal satu istilah reaksi balik atau tindak balas. Tindak balas ini berhubungan langsung dengan sistem kekebalan tubuh. Dalam tindak balas ini sistem kekebalan tubuh kita membuang zat-zat atau sisa produk (racun) yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Jadi dalam tindak balas terjadi satu proses detoksifikasi. Tindak balas ini sangat berbeda dengan apa yang dalam ilmu kedokteran disebut disease crisis. Disease crisis terjadi karena tubuh tidak sanggup menghadapi satu penyakit atau zat-zat yang dianggap racun oleh tubuh termasuk bahan-bahan kimia dari obat-obatan medis. Oleh sebab itulah dalam ilmu kedokteran selalu ditekankan adanya efek sampingan.

2.PENYAKIT ASMA
Asma adalah salah satu jenis penyakit dimana saluran pernafasan mengalami penyempitan dan peradangan yang disebabkan oleh rangsangan tertentu, orang yang mengalami serangan asma akan mengalami sesak nafas dengan nafas yang berbunyi, biasanya disertai dengan batuk. Serangan asma bisa terjadi secara tiba-tiba, yaitu ketika seorang penderita asma terpapar oleh faktor pemicu.
Faktor pemicu asma
Agar serangan asma tidak terjadi, maka penderita harus menghindari faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya serangan asma, yaitu :
  1. Debu yang menempel diperabotan rumah tangga seperti karpet, sofa, boneka, atau bagian lain didalam rumah yang menyimpan banyak debu
  2. Bulu binatang seperti kucing
  3. Asap kendaraan bermotor dan asap rokok
  4. Asap obat nyamuk
  5. Debu dari kapur tulis
  6. Infeksi dari saluran pernafasan
  7. Perubahan cuaca / musim pancaroba
  8. Parfum dan bau-bauan yang sangat menyengat
Cara mengatasi asma
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit asma, antara lain :
  1. Melakukan olahraga ringan seperti yoga dan latihan kekuatan secara rutin, sebaiknya jangan melakukan olahraga yang berat seperti sepakbola, bola basket, dan olahraga berat lainnya
  2. Menjaga berat badan, jangan sampai penderita mengalami obesitas
  3. Hindari dan jaga penderita dari faktor-faktor yang dapat memicu timbulnya serangan asma
  4. Buat rencana tertulis seperti menghindari pemicu, bagaimana mengkonsumsi obat dengan benar, kesadaran terhadap gejala dan apa yang harus dilakukan ketika gejala memburuk.
3.PENYAKIT ALBINO
Albino (dari bahasa Latin albus yang berarti putih), disebut juga hypomelanism atau hypomelanosis, adalah salah satu bentuk dari hypopigmentary congenital disorder.
Albino adalah sebutan bagi penderita Albinisim.  Albinism adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan, dikarenakan kurang atau tidak adanya pigmen melanin di dalam kulit. Keadaan tersebut bersifat genetik atau diwariskan.
Albino adalah murni penyakit kelainan genetik, bukan penyakit infeksi dan tidak dapat ditularkan memalui kontak fisik ataupun melalui transfusi darah. Penyakit albino biasanya terjadi pada anak yang orang tuanya normal karena albino merupakan gen yang bersifat tetap dan dapat diturunkan dari pendahulu yang ada diatasnya. Sebenrnya albino adalah panyakit perpaduan gen resesif pada orang tua dan menjadi gen dominan pada anak mareka. Gen resesif sendiri adalah gen yang tidak muncul pada diri kita sedangkan gen dominan adalah gen yang muncul pada diri kita dan menjadi sifat fisik dari kita.
Hilangnya pigmen pada penderita albino meyebabkan mereka menjadi sangat sensitive terhadap cahaya matahari sehingga mudah terbakar dan mereka harus melindungi kulit mereka dengan menggunakan sunblock.
Beberapa penyebab albino
Albino adalah kelainan genetik bukan penyakit infeksi dan dapat ditransmisi melalui kontak,tranfusi dsb,Gen albino menyebabkan tubuh tidak dapat membuat pigmen melanin yang meruakan pigmen penting untuk menyerap UV.
Albino disebabkan karena mutasi pada salah satu gen yang memberikan instruksi kode kimia untuk membuat salah satu dari beberapa protein yang terlibat dalam produksi pigmen melanin,melanin dihasilkan oleh sel yang disebut melanosit yang ditemukan pada kulit dan mata mutasi gen mungkin menyebabkan tidak ada produksi melnin pada semua atau penurunan yang signifikan dalam jumlah melanin.
Ciri-ciri penyakit albino
Ciri-ciri penyakit albino sebagai berikut :
  1. Mempunyai kulit dan rambut abnormal yaitu berwarna putih susu atau putih pucat
  2. Memiliki iris merah muda atau biru dengan pupil merah (tidak semua)
  3. Hilangnya pigmen melanin pada mata,kulit,dan rambut (atau lebih jarang hanya ada mata)
  4. Rabun jauh dan rabun dekat yang sangat ekstrim
Gejala penyakit albino
Penderita penyakit ini akan mengalami gejala pada rambut, kulit atau iris mata yang berwarna putih. Selain itu penderita juga akan mengalami gangguan penglihatan. Penderita juga akan mengalami rasa takut jika terkena sinar matahari hingga mudah terkena luka bakar. Melanin juga dapat berfungsi untuk melindungi kulit terhadap sinar matahari, maka dengan tidak memilikinya dapat membuat penderita mengalami hal yang sebaliknya.
Diagnosis penyakit albino
Sama halnya dengan penyakit lain, diagnosis penyakit ini dilakukan untuk mengetahui gejala yang dialami penderita ada kesesuaian dengan pertanda dari penyakit ini. Dan itu dapat dilihat melalui pemeriksaan fisik.
Cara mengobati penyakit albino
Langkah untuk mengobati penyakit ini adalah, penderita harus melindungi mata dan kulitnya dari sinar matahari, hal itu bisa ditempuh dengan menggunakan alat pembantu seperti kacamat  pelindung sinar matahari, atau bisa juga dengan memakai lotion tabir surya yang sangat efektif untuk melindungi kulit.



4.PENYAKIT BUTA WARNA
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu akibat faktor genetis.
Buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya, kelainan ini sering juga disebaut sex linked, karena kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita buta warna pada laki dan wanita. Seorang wanita terdapat istilah ‘pembawa sifat’ hal ini menujukkan ada satu kromosom X yang membawa sifat buta warna. Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami kelalinan buta warna sebagaimana wanita normal pada umumnya. Tetapi wanita dengan pembawa sifat berpotensi menurunkan faktor buta warna kepada anaknya kelak. Apabila pada kedua kromosom X mengandung faktor buta warna maka seorang wanita tsb menderita buta warna.
Saraf sel di retina terdiri atas sel batang yang peka terhadap hitam dan putih, serta sel kerucut yang peka terhadap warna lainnya. Buta warna terjadi ketika syaraf reseptor cahaya di retina mengalami perubahan, terutama sel kerucut.
Penyebab penyakit buta warna
Berikut ini beberapa penyebab penyakit buta warna :
  1.  Bawaan lahir.
  2. Kurangnya jumlah sel pada retina yang biasanya merupakan keadaan yang diwariskan orang tua ke anaknya, mengakibatkan perbedaan daya tangkap warna dibanding orang lain.
  3. Masalah medis semisal glaucoma, katarak hingga diabetes juga dapat menimbulkan kondisi sulit mencerna ragam warna.
  4. Dampak penuaan.
Tanda dan gejala penyakit buta warna
Tanda seorang mengalami buta warna tergandung pada beberapa factor; apakah kondisinya disebabkan factor genetik, penyakit, dan tingkat buta warnanya; sebagian atau total. Gejala umumnya adalah kesulitan membedakan warna merah dan hijau (yang paling sering terjadi), atau kesulitan membedakan warna biru dan hijau (jarang ditemukan).Gejala untuk kasus yang lebih serius berupa; objek terlihat dalam bentuk bayangan abu-abu (kondisi ini sangat jarang ditemukan), dan penglihatan berkurang.
Gangguan persepsi warna dapat dideteksi dengan menggunakan table warna khusus yang disebut dengan Ishuhara Test Plate. Pada setiap gambar terdapat angka yang dibentuk dari titik-titik berwarna. Gambar digantung di bawah pencahayaan yang baik dan pasien diminta untuk mengidentifikasi angka yang ada pada gambar tersebut. Ketika pada tahap ini ditemukan adanya kelainan, test yang lebih detail lagi akan diberikan.
Pengobatan pada penyakit buta warna
Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati masalah gangguan persepsi warna. Namun penderita buta warna ringan dapat belajar mengasosiasikan warna dengan objek tertentu.
Untuk mengurangi gejala dapat digunakan kacamata berlensa dengan filter warna khusus yang memungkinkan pasien melakukan interpretasi kembali warna.
Gambar penyakit buta warna


5.PENYAKIT DOWN SINDROM
Down sindrom merupakan kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3,[1] yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.
Down sindrom adalah kelainan kromosom yang disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan sel yang menghasilkan kromosom 21 ekstra. Kondisi ini menyebabkan gangguan di kedua kemampuan kognitif dan pertumbuhan fisik yang berkisar dari ringan sampai sedang cacat perkembangan. Melalui serangkaian pemutaran dan tes, sindrom Down dapat dideteksi sebelum dan sesudah bayi lahir.
Ciri-ciri penyakit down sindrom
Ciri-cirinya sebagai berikut :
  1. Mata yang memiliki kemiringan ke atas, celah miring, lipatan kulit epicanthic di sudut bagian dalam, dan bintik-bintik putih di iris
  2.  Rendah tonus otot
  3. Kecil bertubuh pendek dan leher
  4. Datar hidung jembatan
  5.  Single, dalam lipatan di bagian tengah telapak tangan
  6. Menonjol lidah
  7. Besar ruang antara kaki besar dan kedua
  8. Sebuah alur tunggal fleksi jari kelima
Individu dengan sindrom Down biasanya memiliki profil perkembangan kognitif indikasi ringan sampai sedang keterbelakangan mental. Namun, perkembangan kognitif pada anak-anak dengan sindrom Down sangat variabel. Anak-anak dengan sindrom Down sering mengalami keterlambatan berbicara dan membutuhkan terapi bicara untuk membantu dengan bahasa ekspresif. Selain itu, keterampilan motorik halus yang tertunda dan cenderung tertinggal keterampilan motorik kasar. Anak-anak dengan sindrom Down tidak mungkin berjalan sampai usia 4, tetapi beberapa akan berjalan pada usia 2. Meskipun banyak dengan keterlambatan perkembangan kondisi pengalaman, tidak jarang bagi mereka dengan sindrom Down untuk bersekolah dan menjadi aktif, bekerja anggota dalam masyarakat.
Penyebab penyakit down sindrom
Penyebab down sindrom adalah translokasi sindrom down. Down syndrome juga dapat terjadi ketika bagian dari kromosom 21 melekat (translokasi) ke kromosom lain, sebelum atau pada saat pembuahan. Anak-anak dengan sindrom down translokasi memiliki dua salinan kromosom 21 yang biasa, tetapi mereka juga memiliki bahan tambahan dari kromosom 21 melekat pada kromosom translokasi.
Sindrom down disebabkan oleh faktor genetik (warisan), namun pada kenyataannya sindrom down tidak disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan sel selama pengembangan sperma, sel telur atau embrio.
Translokasi down sindrom adalah satu-satunya bentuk gangguan yang dapat ditularkan dari orangtua ke anak. Namun, hanya sekitar 4 persen anak-anak dengan sindrom down terjadi translokasi. Dan hanya sekitar setengah dari anak-anak ini mewarisi dari salah satu orangtua mereka. Ketika translokasi diwarisi, ibu atau ayah adalah pembawa seimbang dari translokasi, yang berarti ia memiliki beberapa materi genetik ulang, namun tidak ada bahan genetik tambahan.


Pengobatan penyakit down sindrom 
Karena tidak ada obat, tujuan pengobatan sindrom Down adalah untuk mengontrol gejala dan mengelola setiap kondisi medis yang dihasilkan. Ini termasuk pemeriksaan rutin dan pemeriksaan, obat-obatan, dan pembedahan. Konseling dan dukungan kelompok juga aspek pengobatan bagi mereka yang membutuhkan bantuan dalam menghadapi aspek emosional dan praktis dari sindrom Down. Pengobatan untuk sindrom Down dapat meliputi:
  • Regular pemeriksaan dan skrining
  • Obat-obatan
  • Operasi
  • Konseling dan dukungan.


6.PENYAKIT HEMOFILIA
Hemofilia adalah penyakit genetik/turunan, merupakan suatu bentuk kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya dimana protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak ada atau jumlahnya sangat sedikit. Penyakit ini ditandai dengan sulitnya darah untuk membeku secara normal. Apabila penyakit ini tidak ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan, kerusakan pada persendian hingga cacat dan kematian dini akibat perdarahan yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun

Hemofilia termasuk penyakit yang tidak populer dan tidak mudah didiagnosis. Karena itulah para penderita hemofilia diharapkan mengenakan gelang atau kalung penanda hemofilia dan selalu membawa keterangan medis dirinya. Hal ini terkait dengan penanganan medis, jika penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit atau mengalami kecelakaan. Yang paling penting, penderita hemofilia tidak boleh mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan, Hemofilia memiliki dua tipe, yakni tipe A dan B. Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor antihemofilia atau faktor VIII. Sedangkan hemofilia B muncul karena kekurangan faktor IX.
Penyakit ini diturunkan orang tua kepada seorang anak melalui kromosom X yang tidak muncul. Saat wanita membawa gen hemofilia, mereka tidak terkena penyakit itu. Jika ayah menderita hemofilia tetapi sang ibu tidak punya gen itu, maka anak laki-laki mereka tidak akan menderita hemofilia, tetapi anak perempuan akan memiliki gen itu. Jika seorang ibu adalah pembawa dan sang ayah tidak, maka anak laki-laki akan berisiko terkena hemofilia sebesar 50 persen, dan anak perempuan berpeluang jadi pembawa gen sebesar 50 persen.

Gejala Penyakit Hemofilia

Gejala yang mudah dikenali adalah bila terjadi luka yang menyebabkan sobeknya kulit permukaan tubuh, maka darah akan terus mengalir dan memerlukan waktu berhari-hari untuk membeku. Bila luka terjadi di bawah kulit karena terbentur, maka akan timbul memar/ lebam kebiruan disertai rasa nyeri yang hebat pada bagian tersebut. Perdarahan yang berulang-ulang pada persendian akan menyebabkan kerusakan pada sendi sehingga pergerakan jadi terbatas (kaku), selain itu terjadi pula kelemahan pada otot di sekitar sendi tersebut.

Gejala akut yang dialami penderita Hemofilia adalah sulit menghentikan perdarahan, kaku sendi, tubuh membengkak, muncul rasa panas dan nyeri pascaperdarahan, Sedangkan pada gejala kronis, penderita mengalami kerusakan jaringan persendian permanen akibat peradangan parah, perubahan bentuk sendi dan pergeseran sendi, penyusutan otot sekitar sendi hingga penurunan kemampuan motorik penderita dan gejala lainnya. Hemofilia dapat membahayakan jiwa penderitanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak.
* Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan (pendarahan dibawah kulit)
* Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.
* Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan, lutut kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat.

Bagi mereka yang memiliki gejala-gejala tersebut, disarankan segera melakukan tes darah untuk mendapat kepastian penyakit dan pengobatannya. Pemberian transfusi rutin berupa kriopresipitat-AHF atau Recombinant Factor VIII untuk penderita Hemofilia A dan plasma beku segar untuk penderita hemofilia B. Terapi lainnya adalah pemberian obat melalui injeksi. Baik obat maupun transfusi harus diberikan pada penderita secara rutin setiap 7-10 hari. Tanpa pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang mampu bertahan hingga usia dewasa. Karena itulah kebanyakan penderita hemofilia meninggal dunia pada usia dini.

Bila terjadi pendarahan/ luka pada penderita Hemofilia pengobatan definitif yang bisa dilakukan adalah dengan metode RICE, singkatan dari Rest, Ice, Compression, dan Elevation.
– Rest. Penderita harus senantiasa beristirahat, jangan banyak melakukan kegiatan yang sifatnya kontak fisik.
– Ice. Jika terjadi luka segera perdarahan itu dibekukan dengan mengkompresnya dengan es.
– Compression. Dalam hal ini, luka itu juga harus dibebat atau dibalut dengan perban.
– Elevation. Berbaring dan meninggikan luka tersebut lebih tinggi dari posisi jantung.

Pengobatan Penyakit Hemofilia
Ada dua cara pengobatan Hemofilia, Pertama, terapi on demand yaitu terapi saat terjadi perdarahan menggunakan infus produk untuk menggantikan faktor pembekuan. Sedangkan yang kedua profilaksis adalah infus faktor ke delapan secara rutin untuk mempertahankan kadar minimum faktor VIII/IX dengan kadar konsentrasi untuk mencegah sebagian besar perdarahan.

Perawatan Bagi Penderita Hemofilia

Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan pemeriksaan kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi dan gusi, dilakukan minimal 6 bulan sekali, karena kalau giginya bermasalah misal harus dicabut, tentunya dapat menimbulkan perdarahan. Selain itu penderita Hemofilia sedapat mungkin menghindari penggunaan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan dan jangan sembarang mengonsumsi obat-obatan. Untuk pelaksanaan operasi ringan hingga berat bagi penderita hemofila harus melalui konsultasi dokter.

Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh agar tidak berlebihan. Karena berat badan berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia berat). Olahraga secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat dan untuk kesehatan tubuh. Kondisi fisik yang baik dapat mengurangi jumlah masa perdarahan.


7.PENYAKIT HUNTINGTON DISEASE
Penyakit Huntington merupakan penyakit autosoma yang langka. Penyakit ini ditandai dengan kelainan gerak yang progresif dan sangat sering disertai oleh kemunduran beberapa aspek kesehatan jiwa serta pada akhirnya demensia. Penyakit Huntington secara bertahap tampak pada usia antara 30 dan 55 tahun, meskipun usia awal dapat bervariasi dari awal masa kanak-kanak hingga usia lanjut. Gangguan kognitif dapat terjadi sebelum penyakit terlihat jelas. (Elliot,2010).Penyakit Huntington jauh lebih umum terjadi pada orang keturunan Eropa Barat dibandingkan mereka yang berasal dari Asia atau Afrika. Penyakit Huntington adalah kelainan genetik neurodegeneratif yang mempengaruhi koordinasi otot dan menyebabkan penurunan otot serta dementia (kepikunan), yang secara lambat tapi pasti menyebabkan kematian.
Gejala Penyakit Huntington
Gejala penyakit Huntington umumnya menjadi terlihat antara usia 35 dan 44 tahun, tetapi mereka dapat mulai pada setiap umur dari masa kanak-kanak, sering ketika individu yang terkena memiliki anak.
Gejala fisik awal yang paling khas dendeng, acak, dan gerakan-gerakan yang tidak terkontrol disebut chorea. Ini adalah tanda-tanda bahwa sistem di dalam otak yang bertanggung jawab untuk gerakan dipengaruhi. Fungsi psikomotorik menjadi semakin terganggu, sehingga tindakan yang memerlukan kontrol terpengaruh. Konsekuensi yang umum adalah fisik ketidakstabilan, ekspresi wajah yang abnormal, dan kesulitan mengunyah, menelan dan berbicara. Penyakit Huntington disebabkan oleh mutasi dominan autosomal dalam salah satu dari dua salinan gen individual bernama Huntingtin. Gen Huntingtin biasanya menyediakan informasi genetik untuk protein yang juga sering disebut ‘Huntingtin’.
Gangguan tidur juga adalah gejala yang terkait. Remaja HD berbeda dari gejala-gejala ini umumnya berkembang lebih cepat dan chorea dipamerkan sebentar, jika sama sekali, dengan kekakuan menjadi gejala yang dominan. Serangan ini juga merupakan gejala umum bentuk HD. kesulitan dalam mengenali ekspresi negatif orang lain juga telah diamati.
Pengobatan Baru Terhadap Penyakit Huntington
Penyakit genetika turunan yang mengalami kerusakan pada sel-sel syaraf otak penderita secara perlahan  menjadikan penyakit Huntington sebagai salah satu penyakit langka yang belum dapat disembuhkan. Namun sebuah penelitian yang dipimpin oleh Dr. Justo Garcia de yebenes dari Madrid, Spanyol mengungkapkan hasil penelitian reaksi positif obat pripodopine terhadap penderita penyakit Huntington.
Penelitian yang dipublikasikan dalam the Lancet Neurology ini menunjukkan bahwa obat pridopidine mampu memperbaiki gejala penyakit Huntington secara efisien dan tanpa efek samping terhadap gerakan-gerakan penurunan fungsi motorik penderita sehingga dapat terkontrol.
Penyakit Huntington merupakan penyakit dimana penderita tidak dapat mengontrol gerakan motorik mereka secara sadar sehingga koordinasi gerakan, berbicara hingga menelan menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Bersamaan dengan penurunan fungsi motorik, penderita juga mengalami perubahan perilaku dan pikiran (kognitif) yang berlanjut menjadi demensia atau pikun lebih cepat. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh seorang dokter keluarga di abad ke-19 bernama George Huntington di Long Island, New York dan hingga kini dikenal sebagai Huntington’s Disease – Penyakit Huntington.
Meskipun penyakit ini merupakan penyakit turunan, namun penderita baru akan mengalami gejala penyakit ini secara perlahan di usia 40an. Dikatakan bahwa penyakit ini merupakan penyakit turunan genetika akibat mutasi dominan autosomal pada gen keturunan Eropa Barat. Apabila salah satu orang tua memiliki gen ini maka anak mereka akan memiliki resiko sebesar 50% mewarisi penyakit bahkan menjadi penderita di pertengahan umur mereka. Begitupula bila kedua orang tua memiliki kelainan mutasi pada gen maka semua anak mereka akan terkena penyakit Huntington (100%).
Sayangnya penyakit ini membawa pada kematian dini dengan kisaran waktu 15 hingga 20 tahun setelah gejala muncul. Untuk itu pengobatan pridopidine ini diharapkan mampu memberikan kontribusi lebih kepada para penderita khususnya yang masih berada dalam tahap awal sehingga masih mampu mengendalikan dan mengontrol gerak tubuh mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar